Review No Country For Old Men – adalah salah satu karya terbaik dari Joel Coen dan Ethan Coen. Bahkan bagi saya, film yang disutradarai Coen bersaudara ini merupakan nomor satu dalam jajaran film thriller dan drama kriminal.
Kehadiran Javier Bardem sebagai antagonis menjadi magnet tersendiri. Ditambah lagi orang-orang di belakang No Country For Old Men, yaitu Coen bersaudara dan Roger Deakins sebagai sinematografer. No Country For Old Men akan dan terus menjadi bahasan, pembelajaran, dan acuan bagi para film maker nantinya.
Film ini diadaptasi dari novel keluaran 2005 dengan judul yang sama karangan Cormac McCarthy. Cerita dari novelis stylish, diangkat jadi film oleh Coen bersaudara, terbentuklah film yang wah seperti ini.
Film ini dibintangi oleh Tommy Lee Jones sebagai Sheriff Bell, Javier Bardem sebagai Anton Chigurh, dan Josh Brolin sebagai Llewelyn Moss.
Setelah perilisannya di 2007, No Country For Old Men meraih berbagai penghargaan. Puncaknya film ini merajai ajang Academy Award 2008. Pada Oscar tahun itu, film ini meraih gelar best picture, best director, best supporting actor, dan best writing adapted screenplay.
Mari disimak ulasan atau review film bergenre thriller atau drama kriminal ini, No Country For Old Men.
No Country For Old Men Berpusat Pada Sheriff Bell
Film ini membungkus sebuah kisah kejar-kejaran antara 3 orang; Moss, Chigurh, dan Sheriff Bell. Saya sempat terkecoh di pertengahan film mengira bahwa kejar-kejaran ini hanya melibatkan dua orang saja yaitu Moss dan Chigurh.
Menuju penghujung film, saya sadar bahwa sebenarnya sudut pandang Sheriff Bell lah yang selama ini kita amati. Sesuai dengan Novelnya, kisah No Country For Old Men memang mengambil sudut pandang dari si Sheriff.
Alih-alih menggunakan banyak narasi, kehebatan Coen bersaudara terlihat dengan hanya memasukkan sangat sedikit narasi. Narasi yang teringat adalah di awal saat menampilkan footage gurun pasir Texas. Voice Over dari Sheriff Bell di awal menunjukkan bahwa point of view film ini berada padanya.
Monolog tersebut menjelaskan seorang remaja yang dihukum mati dengan dikirim ke “kursi” karena telah membunuh pacarnya. Berita di koran menggambarkannya sebagai kejahatan yang dilakukan dengan gairah, tapi ia bilang ke Sheriff Bell kalau tidak ada gairah sama sekali tentang itu.
Remaja itu mengatakan kalau dia akan terus membunuh orang selama dia bisa mengingat. Kalau dia dibiarkan keluar, dia akan membunuh orang lagi. Dari rogerebert.com, monolog ini seakan menggambarkan pikiran Sheriff Bell bahwa makhluk tanpa ampun seperti ini ada.
Hal ini juga seakan menerangkan apa yang Bell pikirkan pada Chigurh, bahwa Chigurh adalah makhluk semacam itu.
Ambiguitas pada Llwelyn Moss dan Sheriff Bell
Dengan rapih, Coen bersaudara mengangkat ambiguitas pada karakternya. Terutama pada Moss dan Sheriff Bell. Llewelyn Moss mungkin terlihat “innocent” dan pasti banyak yang mengira kalau dia lah sang protagonis (saya pun mengira seperti itu).
Baca Juga: Mengharukan! 5 Film Korea Bikin Sedih Siap Temani Weekend Kalian